KONGRES KEBUDAYAAN INDONESIA 2018

  • Home
  • KKI 2018
    • Pemutaran Film
    • Pesta KKI 2018
  • Pra Kongres
  • Tim Perumus
Kongres Kebudayaan Indonesia 2018
  • Dokumen
  • Profil Budaya
  • Media
  • Pendaftaran

Inilah Delapan ‘Permata’ Tak Ternilai Milik Sumbawa Barat

kki2018
Sep 10, 2018 Artikel, Sorotan 0 Comment

JAKARTA, NNC – Gempa 7,0 Skala Richter yang terjadi pada Senin (6/8/2018) dan rentetan gempa susulan, berdampak besar terhadap masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Banyak sekali rumah dan tempat ibadah mengalami rusak berat. Korban jiwa pun tidak sedikit.

Di tengah suasana keprihatinan tersebut, mereka tak pernah melupakan tradisi. Inti tradisi yang ikut menguatkan selama menjalani hari-hari bencana gempa tektonis adalah semangat gotong-royong.

Dalam kacamata harta kekayaan, tradisi tersebut laksana ‘permata’ yang tak ternilai harganya. Tradisi gotong-royong yang telah mengakar dalam kehidupan warga Sumbawa Barat, membuat penderitaan dan beban hidup bisa ditanggung bersama.

“Saya sudah keliling tadi pagi ke desa-desa di Kecamatan Poto Tano dan Seteluk, hampir 90 persen bangunan permanen rusak,” kata Bupati Sumbawa Barat HW Musyarifin di hadapan seluruh pejabat publik yang ia kumpulkan pada Senin (20/8/2018). Dalam kesempatan itu, ia menginstruksikan penanganan korban gempa secara gotong-royong di semua bidang.

Gerak bersama dalam penyediaan dan pendistribusian logistik, layanan kesehatan, bantuan, dan pendistribusian air bersih, hingga persoalan ketersedian MCK (mandi cuci kakus), segera direalisasi. Semua diliputi dengan semangat memikul derita antarwarga secara bersama-sama.

Tradisi gotong-royong dalam masyarakat Sumbawa Barat, tidaklah muncul serta merta. Tradisi tersebut sudah berusia sangat tua. Bisa dikatakan sudah lahir seiring kedatangan nenek moyang mereka di tanah Sumbawa. Di era animisme, Hindu-Budha, hingga Islam, tradisi itu tetap bertahan.

Menurut dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten Sumbawa Barat, yang penyusunannya diprakarsai secara langsung oleh Bupati Musyarifin dan diketuai oleh H Amri Rahman, paling tidak ada delapan tradisi yang sudah mengakar dan berusia ratusan tahun.

Tradisi-tradisi yang hingga kini dihidupi warga Sumbawa Barat, semuanya menyuarakan arti penting gotong-royong. Bila dirangkum, delapan tradisi yang dimaksud adalah:
1. Bakalewang
Bakalewang adalah tradisi dalam perhelatan warga seperti resepsi pernikahan (pangantan), khitan (basunat), akikah (gunting bulu), dan lain-lain. Setiap acara tersebut, ada semacam pesta adat. Namun uniknya, pesta diselenggarakan dengan bekerja bersama-sama.

Gotong royong semacam ini, umumnya dijalankan oleh kaum wanita. Prosesi bakalewang di antaranya mengajak tetangga (basamada) saling membawa bantuan bahan makanan (panulung) untuk meringankan pihak keluarga yang mempunyai hajat, disusul warga sekitar berkumpul bersama membantu memasak hingga menyajikan makanan.

  1. Maramo
    Maramoadalah kegiatan gotong-royong membangun rumah di suatu desa atau kampung bagi warga yang belum memiliki rumah. Biasanya ditujukan bagi pengantin yang baru menikah. Maramo dimaksudkan untuk meringankan beban, apalagi bila si pengantin itu tergolong keluarga tidak mampu.

Tokoh masyarakat yang memimpin akan membagi beberapa tim kerja. Ada yang bertugas menebang kayu, membuat tiang, membuat kerangka, dan lain-lain. Sementara, keluarga yang memiliki hajat berkewajiban menanggung makanan bagi warga yang ikut maramo tersebut.

  1. Basanata
    Basanataadalah kegiatan gotong-royong di tengah masyarakat Sumbawa Barat dalam hal memperbaiki rumah yang sudah tidak layak huni. Bagian tertentu dari rumah yang rusak diperbaiki, misalnya bagian dinding, atap, atau bagian lainnya.

Warga secara bersama-sama membantu sesuai keahlian mereka masing-masing, seperti membuat tiang, atap, dinding, atau bagian lainnya. Basanatabertujuan meringankan biaya bagi pemilik rumah.

  1. Basadeka
    Basadekaadalah ekspresi rasa syukur seseorang atau sebuah keluarga atas sebuah keberhasilan yang telah dicapai. Rasa syukur tersebut diungkapkan dengan mengundang warga sekitar dan berbagi kebahagiaan.

Basadeka biasanya diadakan saat hasil panen melimpah, keberhasilan dalam hal pendidikan atau karir, sukses dalam pekerjaan, dan lain-lain. Tradisi ini bertujuan memohon doa dari anggota masyarakat sekitar, sekaligus berbagi rezeki kepada sesama.

  1. Mata rame
    Mata rameadalah kegiatan gotong-royong dalam memanen padi di ladang (rawu). Mata ramedilaksanakan dengan menggunakan peralatan berupa rangap, tali pengikat padi, sengkel, dan lain-lain.

Mata rame dilaksanakan oleh kaum perempuan dan bekerja sama dengan kaum lelaki. Kaum perempuan terlebih dulu berkelompok membentuk barisan di tengah ladang sambil berdiri memotong batang padi dengan rangap. Padi kemudian diletakkan di atas tanah secara beraturan.

Padi yang sudah dipotong kemudian dikumpulkan dan diikat oleh kaum laki-laki. Kaum laki-laki juga bertugas mengangkut ke lokasi pengumpulan atau lumbung tempat penyimpanan padi di desa.

  1. Barenok
    Barenokadalah kegiatan melayat anggota keluarga yang meninggal dunia. Tujuannya adalah untuk melaksanakan kewajiban agama, yaitu ikut dalam prosesi memandikan, mengkafankan, mensalatkan, hingga proses penguburan.

Selain itu, juga untuk menghibur keluarga yang tinggalkan. Ciri khas dalam melakukan barenok, saat melayat, warga membawa bantuan berupa beras, gula, minyak goreng, uang, dan lain sebagainya.

  1. Bakela
    Bakelaadalah ekspresi masyakarat Sumbawa Baratdalam mewujudkan kebersamaan, baik antarkeluarga, teman, maupun kerabat dalam bentuk makan bersama. Kegiatan itu biasanya diadakan di pantai, sawah, ladang, atau tempat lain yang dianggap nyaman dari segi panorama alam dan kebersihan.

Bakela biasanya dilaksanakan setelah Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha, setelah kelahiran anak, atau saat sukses dalam pekerjaan. Kegiatan ini hampir mirip juga dengan acara reuni keluarga.

  1. Malona
    Tradisi ini berkembang pada abad ke-19. Berawal dari kondisi di mana, diSumbawa Barat, ketersediaan ikan sangat terbatas. Warga secara berkelompok memanen ikan di sungai atau danau, dengan peralatan tradisional.

Jenis ikan yang ditangkap seperti lele, mujahir, toman, gabus (ikan dole), dan lain-lain. Uniknya, sebelumnya, warga akan menggiring kerbau-kerbau yang mereka miliki, diajak berputar-putar mengelilingi kolam hingga air keruh dan ikan mabuk. Hasil ikan tangkapan kemudian dibagi-bagi kepada semua yang ikut dalam kegiatan tersebut secara merata.

Sumber:

Penulis : Taat Ujianto

Editor : Y.C Kurniantoro

Ini 11 Benteng Pertahanan Masyarakat Ambon Menghadapi KonflikPrevious post
Melawan Kecanduan Gawai dengan Tradisi Ngebukdi MalangNext post

Leave your comment Batalkan balasan

INFOMATION

  • Pendaftaran KKI 2018
  • Artikel
  • Sejarah
  • Profil Budaya

SOCIAL CONNECT

facebooktwitterinstagramyoutube
©2018 Kongres Kebudayaan Indonesia. All Rights Reserved.